Senin, 13 Februari 2012

cerpen


Rintik Hujan

Siang itu, pukul 12.00 WIB. Aku bermain bersama temanku yang bernama Ayu. Matahari tepat berada di atas kepala saat itu. Kami akan membuat es teh dan lutis untuk menyegarkan siang itu. Aku dan Ayu akan pergi ke warung dengan mengendarai sepeda motor peninggalan almarhum kakekku yang meninggal 5 tahun yang lalu karena kecelakaan. Tepatnya bulan Oktober 2006, saat itu aku dan keluarga sedang makan sahur. Saat-saat menyenangkan itu seakan tak berarti karena kakek yang sangat aku sayang pergi untuk selama-lamanya.
“Win beli buahnya di warung Mbak Anti aja ya. Trus beli es batunya di rumah Ibu Kam.” kata Ayu.
“Kamu yang bayar ya?? Hehe.” jawabku sembari tersenyum.
“Kok gitu?? Tadi katanya iuran?” sahut Ayu dengan cemberut.
“Iya-iya. Aku punya tiga ribu, kamu punya berapa?”
“Aku punya dua ribu.”
“Cukup kali ya???” tanyaku ragu-ragu.
“Cukup lah. Ayo, let’s go!!” kata Ayu sambil menarik tanganku.
Sesampainya di warung. “Beli buah nanas, bengoang, sama mentimun ada bu?” serobotku.
“Itu ambil aja sendiri.” jawab Ibu warung yang udah akrab sama aku.
Aku mengambil nanas, bengkoang, dan mentimun secukupnya. “Ini Bu.”
“Ini aja Win?” tanya Ibu warung.
“Iya, berapa Bu?”
“Empat ribu.”
“Gak bisa kurang?” tanyaku bercanda.
“Ah,kamu itu. Nih buahnya.”
“Hehe, makasih Bu.” kataku beranjak pergi.
Selanjutnya aku menuju rumahnya Ibu Kam untuk membeli es batu. Setelah membeli es batu kami langsung kembali ke rumah Ayu untuk membuat lutis yang didampingi es teh.
Aku membuat lutis dan es the sembari ngobrol.
“Win ntar sore bisa temenin aku ke depan hotel gak?” tanya Ayu.
 “Ngapain?? Mau ketemuan ya?? Hayoo” ledekku.
“Iya, aku mau ketemuan sama Adi. Temenin ya!! Please “ kata Ayu dengan wajah berharap.
“Iya deh.” jawabku terpaksa.
“Makasih, kamu baik deh. Hehe.” jawab Ayu seraya senyum lebar merekah di bibirnya.
Selang beberapa menit.
“Ah, akhirnya selesai juga. Makan di depan aja yuk!” ajakku.
“Oke deh.”
Pas lagi enak-enak makan. Drrtt..drrttt, HP q getar tanda ada sms masuk.
“Sms dari siapa Win? Dari sang kekasih ya?” tanya Ayu menggodaku.
“Ihhh, apa’an sih? Iya, dari Rizky.”
“Ohhh.” jawab Ayu dengan bibir membentuk huruf O.
Rizky adalah teman dekatku. Mungkin bisa disebut kekasih.
Kubaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, baris demi baris. Smsnya kata-kata tentang cinta yang lumayan panjang. Iya, cinta. C-I-N-T-A kata lagunya d’bagindas.
“Cukup romantis.” gumamku.
Tak selang beberapa menit, hawa sejuk berhembus. Pangeran dari khayangan lewat depan rumah Ayu. Melontarkan senyuman manis menyejukkan hati. LEBAY deh!!
“Halah Win, lihat Rizky aja sampek segitunya.” kata Ayu mengagetkanku.
“Apa’an sih? Biarin aja kali.” jawabku dengan nada agak sebal.
Beberapa menit setelah Rizky lewat. Drtt…drttt, HP q getar. Ada sms…
“Dari Rizky.” kataku mengagetkan Ayu.
Kubuka dengan rasa sedikit penasaran. “KAMU MANIS”. Kata itu membuatku senyum-senyum sendiri. Pipiku pun memerah, tawaku tak terbendung lagi.
“Kenapa kamu Win? Senyum-senyum sendiri,kaya orang gila aja.”
“Baca nih!” kusodorkan Hpku ke Ayu.
“Hahahaha, gombal.” kata Ayu sambil tertawa terbahak-bahak.
Kuambil HPku dari tangan Ayu lalu kubalas sms Rizky dengan senyuman. Huh apa’an sih Ayu? Aku berkata sendiri. Tiba-tiba, drtt..kring…kring. suara HP Ayu membuyarkan keheningan.
“Hallo….” Ayu berlalu dengan HPnya.
Sambil menunggu Ayu yang sedang menerima telephon yang entah dari siapa aku meneguk es teh untuk membasahi kerongkonganku.
“Ayo Win, orangnya dah nyampek depan hotel.” Ayu mengagetkanku sehingga es teh yang aku minum tumpah.
“Kamu tu apa-apaan sih? Jadi tumpah kan.” kataku dengan nada marah.
“Iya deh maaf. Ayo!” pinta Ayu.
“Iya bentar.” jawabku yang masih sedikit sebal.
Akhirnya aku dan Ayu pergi ke depan hotel yang letaknya di selatan desa kami. Tepatnya di depan Jalan raya Jogja-Solo. Sesampainya di depan hotel, Ayu ngobrol sama temennya yang katanya namanya Adi.
“Sori ya nunggu lama…” kata Ayu menyapa temannya.
Aku Cuma berdiri dan smsan sama Rizky sambil nunggu Ayu selesai ngobrol. Tiba-tiba tetes demi tetes air hujan turun dari langit. Tidak terlalu deras tetapi membuatku berteduh di samping warung cap jay. Aku berteduh sama temanya Adi. Gak tahu deh siapa namanya.
Disitu aku cuma diem. Lewat sms Rizky nyuruh aku pulang karena hujan semakin deras. Tetapi Ayu belum mau pulang, terpaksa aku menunggu Ayu. Tanpa aku duga, Rizky udah ada di sampingku dengan sepeda coklat dan membawa sarung putih bercorak kotak-kotak. Aku kaget.
“Ngapain kamu kesini?” tanyaku dengan rasa penasaran.
“Jemput kamu, kamu disuruh pulang susah banget” kata Rizky dengan muka sedikit marah, “kan aku udah bilang jangan hujan-hujan.”
Aku pikir Rizky khawatir sama aku. Langit juga udah mulai gelap karena waktu menunjukkan pukul 18.30 WIB. Aku sebenarnya juga udah pingin pulang karena aku takut dimarahi Ibuku.
“Tapi aku nungguin Ayu.”
“Udah, kamu pulang sama aku aja.”
Akhirnya aku pulang sama Rizky. Karena hujan semakin deras, aku dan Rizky berteduh di bawah gapura. Disitu aku kedingan, Rizky yang melihat aku kedinginan dengan cepat meraih sarungnya dan menaruh menyelimuti badanku. Mungkin maksudnya supaya aku tak kedinginan lagi. Karena hujan tak kunjung reda, aku dan Rizky nekad hujan-hujanan. Dia berjalan dengan menuntun sepedanya. Tiba-tiba, brekk… sepedanya Rizky jatuh. Dengan cepat dia mengambil sepedanya dan menyusulku yang telah berjalan lebih awal.
Kira-kira sudah setengah perjalanan, Rizky menyuruhku berteduh sebentar di warung yang telah tidak dipakai. Sedangkan dia menerobos hujan mengambilkan payung untukku. Selang beberapa menit, dia datang dengan membawa payung berwarna putih miliknya. Di warung yang tak terpakai itu aku ngobrol-ngobrol sama Rizky sembari menunggu Ayu. Tiba-tiba…
“ Heh, ngapain kamu disini?” suara seorang laki-laki mengagetkanku dan Rizky.
“Gak ngapa-ngapain kok Mas. Dia lagi nungguin temannya.” Jawab Rizky sopan sambil menunjukku.
“Awas kamu kalau sampai aneh-aneh.” Laki-laki itu berlalu pergi meninggalkan kami.
Saat Ayu udah datang, aku berpamitan sama Rizky. Rizky menyuruhku pulang dengan payungnya sedangkan dia akan pulang hujan-hujan.
“Hati-hati!” teriaknya.
Di jalan aku merenung, nanti aku pasti dimarahi sama Ibu. Aku takut banget.
Sesampainya di depan rumah, aku melihat ada dua orang di depan pintu. Gak salah lagi, itu adalah Ibu dan Bapakku. Mereka pasti menanti kedatanganku.
“Dari mana kamu? Jam segini baru pulang. Gak tahu aturan.” kata laki-laki bertubuh tegap yang tak lain adalah Bapakku dengan tampang menakutkan.
Aku tertunduk lesu, tak sanggunp mulutku berucap. Aku diam membisu tuk beberapa saat.
“Dari nganter Ayu ke depan hotel.” jawabku dengan tertunduk.
“Ngapain? Ketemu cowok? Kenapa mau?” sambar Ibuku.
Aku yang tak kuasa menahan rasa takut dan air mata langsung berlari kemudian menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi. HP yang basah karena terguyur hujan aku lembar hingga membentur tembok dan akhirnya jatuh ke lantai.
Sungguh tak ku sangka, Ibu dan Bapakku akan semarah itu. Ada rasa sesal yang menyelimuti hatiku. Setelah membersihkan badan, aku menghempaskan badanku ke kasur dan menyesali kesalahanku hari ini.
“Bodohnya aku menuruti ajakan Ayu.” gumamku.
Tak sengaja aku mendengar Ibuku menelephon Ayu.
“Kamu kalau mau ketemuan sama cowok gak usah ajak-ajak Wina!” kata Ibuku dengan nada sedikit marah.
Ibuku kemudian menghampiriku, bertanya dan memintaku menjelaskan semuanya. Tak lupa Ibuku menasehatiku dengan nada lembut seperti biasanya. Kemudian Ibuku memelukku sambil menangis. Air mata yang sedari aku tahan tak terbendung lagi. Karena lelah menangis,aku tak sadar sudah berada di alam mimpi.
Pagi yang cerah untuk hati yang redup. Kedua mataku agak bengkak karena masalah tadi malam. Aku pergi ke sekolah seperti biasa. Di sekolah aku hanya diam dan diam hingga jam pelajaran sekolah usai. Teman-temanku yang bertanya keadaanku pun aku hiraukan.
Sesampainyadi rumah, kurebahkan tubuhku yang terasa berat. Kucari HPku yang telah berada di bawah kasurku. Kulihat ada 23 sms dan semuanya dari Rizky. Dia menanyakan keadaanku, dia perduli kepadaku, dan dia mengkhawatirkanku. Tanpa berfikir panjang aku langsung membalas sms dari Rizky tetapi tidak ada jawaban.
Karena bosan, aku pergi ke rumah Ayu. Kulihat muka Ayu seperti tidak punya beban. Ternyata dia tidak jujur kepada orang tuanya tentang masalah tadi malam. Pantas dia tidak dimarahi orang tuanya.
Kudengar kabar bahwa Rizky sakit. Dia sakit karena aku. Aku merasa bersalah kepadanya. Aku sedih sekali. Sore harinya Rizky membalas smsku. Dia meminta maaf dan berkata bahwa tadi dia sedang tidur. Aku juga minta maaf kepada Rizky karena aku dia jadi sakit. Tanpa berat hati dia memaafkanku. Akhirnya hari-hariku dengan Ayu, orang tuaku, ataupun Rizky berjalan seperti biasanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar