Rintik Hujan
Siang itu, pukul
12.00 WIB. Aku bermain bersama temanku yang bernama Ayu. Matahari tepat berada
di atas kepala saat itu. Kami akan membuat es teh dan lutis untuk menyegarkan
siang itu. Aku dan Ayu akan pergi ke warung dengan mengendarai sepeda motor
peninggalan almarhum kakekku yang meninggal 5 tahun yang lalu karena
kecelakaan. Tepatnya bulan Oktober 2006, saat itu aku dan keluarga sedang makan
sahur. Saat-saat menyenangkan itu seakan tak berarti karena kakek yang sangat
aku sayang pergi untuk selama-lamanya.
“Win beli
buahnya di warung Mbak Anti aja ya. Trus beli es batunya di rumah Ibu Kam.”
kata Ayu.
“Kamu yang bayar
ya?? Hehe.” jawabku sembari tersenyum.
“Kok gitu?? Tadi
katanya iuran?” sahut Ayu dengan cemberut.
“Iya-iya. Aku
punya tiga ribu, kamu punya berapa?”
“Aku punya dua ribu.”
“Cukup kali
ya???” tanyaku ragu-ragu.
“Cukup lah. Ayo,
let’s go!!” kata Ayu sambil menarik tanganku.
Sesampainya di
warung. “Beli buah nanas, bengoang, sama mentimun ada bu?” serobotku.
“Itu ambil aja
sendiri.” jawab Ibu warung yang udah akrab sama aku.
Aku mengambil
nanas, bengkoang, dan mentimun secukupnya. “Ini Bu.”
“Ini aja Win?” tanya
Ibu warung.
“Iya, berapa
Bu?”
“Empat ribu.”
“Gak bisa
kurang?” tanyaku bercanda.
“Ah,kamu itu.
Nih buahnya.”
“Hehe, makasih
Bu.” kataku beranjak pergi.
Selanjutnya aku
menuju rumahnya Ibu Kam untuk membeli es batu. Setelah membeli es batu kami
langsung kembali ke rumah Ayu untuk membuat lutis yang didampingi es teh.
Aku membuat
lutis dan es the sembari ngobrol.
“Win ntar sore
bisa temenin aku ke depan hotel gak?” tanya Ayu.
“Ngapain?? Mau ketemuan ya?? Hayoo” ledekku.
“Iya, aku mau
ketemuan sama Adi. Temenin ya!! Please “ kata Ayu dengan wajah berharap.
“Iya deh.” jawabku
terpaksa.
“Makasih, kamu
baik deh. Hehe.” jawab Ayu seraya senyum lebar merekah di bibirnya.
Selang beberapa
menit.
“Ah, akhirnya
selesai juga. Makan di depan aja yuk!” ajakku.
“Oke deh.”
Pas lagi
enak-enak makan. Drrtt..drrttt, HP q getar tanda ada sms masuk.
“Sms dari siapa
Win? Dari sang kekasih ya?” tanya Ayu menggodaku.
“Ihhh, apa’an
sih? Iya, dari Rizky.”
“Ohhh.” jawab
Ayu dengan bibir membentuk huruf O.
Rizky adalah
teman dekatku. Mungkin bisa disebut kekasih.
Kubaca kata demi
kata, kalimat demi kalimat, baris demi baris. Smsnya kata-kata tentang cinta
yang lumayan panjang. Iya, cinta. C-I-N-T-A kata lagunya d’bagindas.
“Cukup romantis.”
gumamku.
Tak selang
beberapa menit, hawa sejuk berhembus. Pangeran dari khayangan lewat depan rumah
Ayu. Melontarkan senyuman manis menyejukkan hati. LEBAY deh!!
“Halah Win,
lihat Rizky aja sampek segitunya.” kata Ayu mengagetkanku.
“Apa’an sih?
Biarin aja kali.” jawabku dengan nada agak sebal.
Beberapa menit
setelah Rizky lewat. Drtt…drttt, HP q getar. Ada sms…
“Dari Rizky.” kataku
mengagetkan Ayu.
Kubuka dengan
rasa sedikit penasaran. “KAMU MANIS”. Kata itu membuatku senyum-senyum sendiri.
Pipiku pun memerah, tawaku tak terbendung lagi.
“Kenapa kamu
Win? Senyum-senyum sendiri,kaya orang gila aja.”
“Baca nih!”
kusodorkan Hpku ke Ayu.
“Hahahaha,
gombal.” kata Ayu sambil tertawa terbahak-bahak.
Kuambil HPku
dari tangan Ayu lalu kubalas sms Rizky dengan senyuman. Huh apa’an sih Ayu? Aku
berkata sendiri. Tiba-tiba, drtt..kring…kring. suara HP Ayu membuyarkan
keheningan.
“Hallo….” Ayu
berlalu dengan HPnya.
Sambil menunggu
Ayu yang sedang menerima telephon yang entah dari siapa aku meneguk es teh
untuk membasahi kerongkonganku.
“Ayo Win,
orangnya dah nyampek depan hotel.” Ayu mengagetkanku sehingga es teh yang aku
minum tumpah.
“Kamu tu
apa-apaan sih? Jadi tumpah kan.” kataku dengan nada marah.
“Iya deh maaf.
Ayo!” pinta Ayu.
“Iya bentar.”
jawabku yang masih sedikit sebal.
Akhirnya aku dan
Ayu pergi ke depan hotel yang letaknya di selatan desa kami. Tepatnya di depan
Jalan raya Jogja-Solo. Sesampainya di depan hotel, Ayu ngobrol sama temennya
yang katanya namanya Adi.
“Sori ya nunggu
lama…” kata Ayu menyapa temannya.
Aku Cuma berdiri
dan smsan sama Rizky sambil nunggu Ayu selesai ngobrol. Tiba-tiba tetes demi
tetes air hujan turun dari langit. Tidak terlalu deras tetapi membuatku
berteduh di samping warung cap jay. Aku berteduh sama temanya Adi. Gak tahu deh
siapa namanya.
Disitu aku cuma
diem. Lewat sms Rizky nyuruh aku pulang karena hujan semakin deras. Tetapi Ayu
belum mau pulang, terpaksa aku menunggu Ayu. Tanpa aku duga, Rizky udah ada di
sampingku dengan sepeda coklat dan membawa sarung putih bercorak kotak-kotak.
Aku kaget.
“Ngapain kamu
kesini?” tanyaku dengan rasa penasaran.
“Jemput kamu,
kamu disuruh pulang susah banget” kata Rizky dengan muka sedikit marah, “kan
aku udah bilang jangan hujan-hujan.”
Aku pikir Rizky
khawatir sama aku. Langit juga udah mulai gelap karena waktu menunjukkan pukul
18.30 WIB. Aku sebenarnya juga udah pingin pulang karena aku takut dimarahi
Ibuku.
“Tapi aku
nungguin Ayu.”
“Udah, kamu
pulang sama aku aja.”
Akhirnya aku
pulang sama Rizky. Karena hujan semakin deras, aku dan Rizky berteduh di bawah
gapura. Disitu aku kedingan, Rizky yang melihat aku kedinginan dengan cepat
meraih sarungnya dan menaruh menyelimuti badanku. Mungkin maksudnya supaya aku
tak kedinginan lagi. Karena hujan tak kunjung reda, aku dan Rizky nekad
hujan-hujanan. Dia berjalan dengan menuntun sepedanya. Tiba-tiba, brekk…
sepedanya Rizky jatuh. Dengan cepat dia mengambil sepedanya dan menyusulku yang
telah berjalan lebih awal.
Kira-kira sudah
setengah perjalanan, Rizky menyuruhku berteduh sebentar di warung yang telah
tidak dipakai. Sedangkan dia menerobos hujan mengambilkan payung untukku.
Selang beberapa menit, dia datang dengan membawa payung berwarna putih
miliknya. Di warung yang tak terpakai itu aku ngobrol-ngobrol sama Rizky
sembari menunggu Ayu. Tiba-tiba…
“ Heh, ngapain
kamu disini?” suara seorang laki-laki mengagetkanku dan Rizky.
“Gak
ngapa-ngapain kok Mas. Dia lagi nungguin temannya.” Jawab Rizky sopan sambil
menunjukku.
“Awas kamu kalau
sampai aneh-aneh.” Laki-laki itu berlalu pergi meninggalkan kami.
Saat Ayu udah
datang, aku berpamitan sama Rizky. Rizky menyuruhku pulang dengan payungnya
sedangkan dia akan pulang hujan-hujan.
“Hati-hati!”
teriaknya.
Di jalan aku
merenung, nanti aku pasti dimarahi sama Ibu. Aku takut banget.
Sesampainya di
depan rumah, aku melihat ada dua orang di depan pintu. Gak salah lagi, itu
adalah Ibu dan Bapakku. Mereka pasti menanti kedatanganku.
“Dari mana kamu?
Jam segini baru pulang. Gak tahu aturan.” kata laki-laki bertubuh tegap yang
tak lain adalah Bapakku dengan tampang menakutkan.
Aku tertunduk
lesu, tak sanggunp mulutku berucap. Aku diam membisu tuk beberapa saat.
“Dari nganter
Ayu ke depan hotel.” jawabku dengan tertunduk.
“Ngapain? Ketemu
cowok? Kenapa mau?” sambar Ibuku.
Aku yang tak
kuasa menahan rasa takut dan air mata langsung berlari kemudian menyambar
handuk dan masuk ke kamar mandi. HP yang basah karena terguyur hujan aku lembar
hingga membentur tembok dan akhirnya jatuh ke lantai.
Sungguh tak ku
sangka, Ibu dan Bapakku akan semarah itu. Ada rasa sesal yang menyelimuti
hatiku. Setelah membersihkan badan, aku menghempaskan badanku ke kasur dan
menyesali kesalahanku hari ini.
“Bodohnya aku
menuruti ajakan Ayu.” gumamku.
Tak sengaja aku
mendengar Ibuku menelephon Ayu.
“Kamu kalau mau
ketemuan sama cowok gak usah ajak-ajak Wina!” kata Ibuku dengan nada sedikit
marah.
Ibuku kemudian
menghampiriku, bertanya dan memintaku menjelaskan semuanya. Tak lupa Ibuku
menasehatiku dengan nada lembut seperti biasanya. Kemudian Ibuku memelukku
sambil menangis. Air mata yang sedari aku tahan tak terbendung lagi. Karena lelah
menangis,aku tak sadar sudah berada di alam mimpi.
Pagi yang cerah
untuk hati yang redup. Kedua mataku agak bengkak karena masalah tadi malam. Aku
pergi ke sekolah seperti biasa. Di sekolah aku hanya diam dan diam hingga jam
pelajaran sekolah usai. Teman-temanku yang bertanya keadaanku pun aku hiraukan.
Sesampainyadi
rumah, kurebahkan tubuhku yang terasa berat. Kucari HPku yang telah berada di
bawah kasurku. Kulihat ada 23 sms dan semuanya dari Rizky. Dia menanyakan
keadaanku, dia perduli kepadaku, dan dia mengkhawatirkanku. Tanpa berfikir
panjang aku langsung membalas sms dari Rizky tetapi tidak ada jawaban.
Karena bosan,
aku pergi ke rumah Ayu. Kulihat muka Ayu seperti tidak punya beban. Ternyata
dia tidak jujur kepada orang tuanya tentang masalah tadi malam. Pantas dia
tidak dimarahi orang tuanya.
Kudengar kabar
bahwa Rizky sakit. Dia sakit karena aku. Aku merasa bersalah kepadanya. Aku
sedih sekali. Sore harinya Rizky membalas smsku. Dia meminta maaf dan berkata
bahwa tadi dia sedang tidur. Aku juga minta maaf kepada Rizky karena aku dia
jadi sakit. Tanpa berat hati dia memaafkanku. Akhirnya hari-hariku dengan Ayu,
orang tuaku, ataupun Rizky berjalan seperti biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar